Mungkin masih banyak yang bertanya. Apakah jika kita tidak boleh berloyal pada orang kafir, itu berarti kita tidak boleh bermuamalah dan menggunakan produk mereka?
Ingatlah bahwa haramnya loyal (wala’) pada orang kafir, ini bukan berarti kita tidak boleh bermuamalah dengan mereka. Jadi tidaklah terlarang melakukan jual-beli barang-barang yang bernilai mubah dan memanfaatkan keahlian mereka.
Kami akan memberikan beberapa bukti yang menunjukkan bolehnya hal ini.
[Pertama]
Sebuah hadits yang dibawakan oleh Bukhari dalam kitab shahihnya pada Bab “Muamalah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama orang Yahudi Khoibar.”Yaitu dalam hadits tersebut diceritakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallambersama Abu Bakr pernah memberi upah kepada salah seorang dari Bani Dil sebagai penunjuk jalan dan mengantar keduanya sampai ke Madinah. (Shahih Bukhari, 2/790)
[Kedua]
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa bermuamalah dengan orang Yahudi, bahkan ketika beliau meninggal dunia, Aisyah radhiyallahu ‘anha mengatakan bahwa ketika itu baju besi beliau tergadai di tempat orang Yahudi untuk membeli makanan gandum sebanyak 30 sho’. (Shahih Bukhari, 3/1068)
Imam Syafi’i dan Al Baihaqi mengatakan bahwa orang Yahudi tersebut bernama Abusy Syahm. (Fathul Bari, 5/140)
Dari hadits ini, Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan,
وفي الحديث جواز معاملة الكفار فيما لم يتحقق تحريم عين المتعامل فيه
“Dalam hadits ini terdapat pelajaran tentang bolehnya bermua’amalah dengan orang kafir selama belum terbukti keharamannya.” (Fathul Bari, 5/141)
[Ketiga]
Sebagaimana diceritakan oleh ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha pernah mengirim utusan kepada orang Yahudi untung membeli pakaian darinya dengan pembayaran yang ditunda, tetapi orang Yahudi tersebut menolaknya. (Al Jami’ Ash Shahih Sunan At Tirmidzi, 3/518)
Ketiga bukti di atas cukuplah sebagai dalil bolehnya bermuamalah dan melakukanjual beli dengan orang kafir.
Bolehkah Menggunakan Produk Orang Kafir?
Perlu diketahui, sebagaimana kaedah yang digariskan oleh para ulama bahwahukum asal segala barang adalah halal dan boleh digunakan. Oleh karena itu, barangsiapa yang menyatakan bahwa makanan A, minuman B, pakaian C itu haram, dia harus mendatangkan dalil shahih dari Allah dan Rasul-Nya. Jika tidak ada dalil yang menunjukkan haramnya, maka barang-barang tersebut kembali ke status asalnya yaitu halal dan boleh digunakan.
Oleh karena itu, boleh bagi kita menggunakan produk orang datang karena tidak ada dalil dalam Al Qur’an atau pun dari hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallamyang menunjukkan terlarangnya hal ini. Bahkan ada terdapat beberapa bukti bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga pernah menggunakan produk orang kafir dan ini menunjukkan bolehnya hal ini. Bukti tersebut di antaranya:
[Pertama]
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memakai baju buatan Yaman sebagaimana dalam hadits Anas bin Malik bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika sakit, beliau keluar memakai baju qithriyyah (yaitu baju bercorak dari Yaman yang terbuat dari katun) (Lihat Mukhtashor Asy Syamail hal. 49. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa riwayat ini shahih). Perlu diketahui bahwa kebanyakan penduduk Yaman ketika itu adalah orang-orang kafir.
[Kedua]
Diceritakan pula bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menggunakan khuf buatan Habasyah (Ethiopia) yang ketika itu adalah negeri kafir. Hal ini sebagaimana diceritakan oleh Buraidah:
أن النجاشي أهدى النبي صلى الله عليه و سلم خفين أسودين ساذجين فلبسهما ثم توضأ ومسح عليهما
“Raja Najasyi pernah memberi hadiah pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dua buah khuf yang berwarna hitam yang terlihat sederhana, kemudian beliau menggunakannya dan mengusap kedua khuf tersebut.” (Lihat Mukhtashor Asy Syamail hal. 51. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa riwayat ini shahih)
Siapa yang Berhak Mengharamkan?
Tidakkah sampai kepada orang-orang yang sering menyeru pemboikotan terhadap produk orang kafir, pemboikotan terhadap Coca-cola, Mc Donald, Pizza Hut, Facebook yaitu bukti-bukti yang menceritakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bermuamalah dengan orang kafir, bahkan menggunakan produk mereka dan menerima hadiah padahal hadiah tersebut asalnya adalah produk orang kafir[?] Tidakkah mereka melihat bukti-bukti di atas dengan mata hati bukan dengan hawa nafsu[?]
Kenapa barang-barang tersebut mesti diboikot[?] Padahal orang yang memboikot tersebut bukanlah pemerintah yang memiliki wewenang dan kekuasaan[?] Kenapa mereka mengharamkan barang-barang yang sebenarnya halal[?]
Allah Ta’ala berfirman,
قُلْ مَنْ حَرَّمَ زِينَةَ اللّهِ الَّتِيَ أَخْرَجَ لِعِبَادِهِ وَالْطَّيِّبَاتِ مِنَ الرِّزْقِ قُلْ هِي لِلَّذِينَ آمَنُواْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا خَالِصَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ كَذَلِكَ نُفَصِّلُ الآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ
“Katakanlah: “Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezki yang baik?” Katakanlah: “Semuanya itu (disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di hari kiamat .” Demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi orang-orang yang mengetahui.” (Qs. Al A’raaf: 32)
Dalam ayat ini, Allah Ta’ala mengingkari siapa saja yang mengharamkan makanan, minuman, pakaian, dan semacamnya, padahal tidak Allah haramkan.
Allah Ta’ala berfirman,
هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُم مَّا فِي الأَرْضِ جَمِيعاً
“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu.” (Qs. Al Baqarah: 29)
Maksudnya, adalah Allah menciptakan segala yang ada di muka bumi ini untuk dimanfaatkan. Itu berarti diperbolehkan selama tidak dilarang oleh syari’at dan tidak mendatangkan bahaya.
Jadi, mengharamkan sesuatu haruslah berdasarkan dalil dari Allah dan Rasul-Nya. Jika tidak ada, maka kita kembali ke hukum asal setiap barang atau benda yaitu halal.
Yang Seharusnya Diboikot
Wahai para pemboikot produk orang kafir… Seharusnya yang kalian boikot adalah pemikiran orang kafir. Demokrasi, demonstrasi, sistem partai itu semua berasal dari orang kafir. Namun, produk ini malah dibela mati-matian dan dianggap halal. Sungguh aneh, tetapi itu betul nyata terjadi. Oleh karena itu, yang seharusnya dan tepat untuk ditinggalkan adalah pemikiran, aqidah dan kebiasaan orang kafir, bukan malah produknya yang ditentang mati-matian.
Jika seseorang menginginkan islam itu jaya, maka seharusnya yang dilakukan adalah kembali kepada ajaran Islam yang benar. Sebagaimana Umar bin Al Khattab pernah mengatakan,
إنا كنا أذل قوم فأعزنا الله بالإسلام فمهما نطلب العز بغير ما أعزنا الله به أذلنا الله
“Kami dulu adalah kaum yang paling hina maka Allah memuliakan kami dengan Islam. Selama kami mencari izzah (kemuliaan) dengan selain Islam, maka Allah akan menghinakan kami.” (Diriwayatkan oleh Al Hakim dalam Mustadroknya, 1/130. Dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targib wa At Tarhib: 2893)
Kami masih melanjutkan pembahasan ini pada fatwa-fatwa dari ulama. Nantikan penjelasan selanjutnya insya Allah.
Semoga sajian ini bermanfaat.
Selesai disusun di rumah mertua tercinta, Panggang, Gunung Kidul, 13 Jumaadits Tsani 1430 H.
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel www.rumaysho.com
No comments:
Post a Comment