Friday 10 February 2012

HASAD



Orang yang hasad, ibarat orang yang melempar bumerang kepada musuh. Bumerangnya tidak mengenai sasaran, tetapi bumerang itu kembali kepadanya sehingga mengenai mata kanannya dan mengeluarkan bola matanya. Lalu dia bertambah marah dan kembali melempar kedua kalinya dengan lebih kuat. Akan tetapi bumerang itu masih seperti semula, tidak menemui sasaran dan kembali mengenai mata sebelah kirinya sehingga dia buta. Kemarahannya pun tambah menyala-nyala, kemudian dia melempar ketiga kalinya dengan sekuat tenaga, akan tetapi bumerang tersebut kembali mengenai kepalanya sampai hancur, sementara musuhnya selamat dan dia mati atas perbuatannya sendiri. Sedangkan di akhirat nanti, dia akan mendapat adzab dari Allah Ta’ala, jika hasad tersebut melahirkan perkataan dan perbuatan, karena status (diri)nya adalah orang yang telah menzhalimi orang lain ketika di dunia.




Perlu diketahui pula bahwa hasad juga tidak berbahaya bagi orang yang dihasad, baik agama dan dunianya. Dia tidak berdosa dengan hasad orang lain kepadanya. Bahkan, dia mendapatkan pahala jika hasad terebut keluar berwujud perkataan dan perbuatan, sebab dia termasuk orang yang dizhalimi. Kenikmatan yang ada padanya juga tidak akan musnah karena hasad orang lain kepadanya, sebab kenikmatan tersebut telah ditakdirkan untuknya.



Ibnu Sirin rahimahullah berkata:

"Aku tidak pernah hasad kepada seorang pun dalam masalah dunia, karena jika dia termasuk ahli Surga, maka bagaimana aku hasad kepadanya dalam masalah dunia, padahal dia akan masuk Surga. Dan jika dia termasuk ahli Neraka, maka bagaimana aku hasad kepadanya dalam hal dunia, padahal dia akan masuk Neraka." (Raudhatul Uqala Wanuzhatul Fudhala hal.119, Cet. Maktabah Ashriyah – Beirut)

(Dikutip dengan sedikit penyesuaian dari catatan lama yang berjudul Jangan Biarkan Hati Anda Menderita Karena Hasad)

Syaikh Muhammad bin Shalih al ‘Utsaimin rahimahullah berkata:

"Hasad (dengki) adalah tidak senang kepada orang lain yang diberi nikmat oleh Allah. Misalnya, engkau tidak senang ketika Allah memberi nikmat kepada seseorang, baik yang berupa harta, keturunan, istri, ilmu, ibadah, maupun yang lainnya, baik kamu berharap agar nikmat itu hilang darinya maupun tidak." (Syarah Riyadush Shalihin)





Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata:

Sesungguhnya hasad adalah di antara penyakit hati. Inilah penyakit umumnya manusia. Tidak ada yang bisa lepas darinya kecuali sedikit sekali. Oleh karena itu ada yang mengatakan:

مَا خَلَا جَسَدٌ مِنْ حَسَدٍ لَكِنَّ اللَّئِيمَ يُبْدِيهِ وَالْكَرِيمَ يُخْفِيهِ

"Setiap jasad tidaklah bisa lepas dari yang namanya hasad. Namun orang yang hina (berpenyakit hati) akan menampakkannya. Sedangkan orang yang mulia (hatinya) akan menyembunyikannya."

Ada yang bertanya pada Al Hasan Al Bashri:

"Apakah orang beriman itu bisa hasad?"

"Tidakkah engkau perhatikan bagaimana kisah Nabi Yusuf dan saudara-saudaranya?”, jawab beliau.

Jadi, selama hasad itu tidak ditampakkan pada tangan dan lisan, maka itu tidak membahayakanmu.

Barangsiapa yang mendapati pada dirinya penyakit ini (yaitu hasad), maka hiasilah dirinya dengan takwa dan sabar, serta hendaklah ia membenci sifat hasad tersebut pada dirinya. (Majmu’ Al Fatawa, Ibnu Taimiyah, Darul Wafa’, 10/124-125. Copas dari remajaislam.com)





Nasehat Asy-Syaikh Shalih Abdul Aziz Al-Ghusn (hafizhahullah) :

"Sesungguhnya hasad itu memakan kebaikan-kebaikan seperti halnya api melalap kayu bakar, dan jika engkau merasakan sesuatu dari sifat tersebut maka sembunyikanlah, janganlah engkau menampakkannya dan jangan pula membicarakannya, karena sungguh telah dikatakan bahwa:

ما خلا جسد من حسد, لكن اللئيم يبديه والكريم يخفيه

“Tidak ada jasad yang terlepas dari hasad, akan tetapi orang yang hina akan menampakkannya sedangkan orang yang mulia akan menyembunyikannya.”





Diriwayatkan dari Zaid bin Aslam, beliau berkata:

"Ketika Ali Abu Dujanah SEDANG SAKIT, beliau masuk ke dalam rumahku dengan WAJAH YANG BERSINAR, lalu beliau ditanya:

'Bagaimana wajahmu bisa bersinar?'

Lalu beliau berkata:

'Tidak ada satu amal pun yang lebih kuat daripada dua hal; aku sama sekali tidak berbicara dalam hal yang tidak berguna. Dan yang lainnya adalah HATIKU SELALU BERSIH TERHADAP KAUM MUSLIMIN'.'"

(Jawaahiru Shifatish Shafwah, edisi Indonesia: Teladan Hidup Orang-Orang Pilihan, Pustaka Ibnu Katsir, Bogor)










Dari status Abu Muhammad Herman dan berbagai sumber


No comments:

Post a Comment