Friday 10 February 2012

FUNGSI PETIR DALAM TINJAUAN SYARIAT





Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ al-Fatawa (24/263-264) menulis, “Adapun petir dan kilat, terdapat keterangan pada hadits marfu’ (disandarkan sebagai sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam) yang diriwayatkan dalam kitab Sunan at-Tirmidzi dan lainnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ditanya tentang ar-ra’d (petir). Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab:
“Malaikat dari malaikat-malaikat Allah yang ditugasi mengatur urusan awan di tangannya ada alat (cambuk) [1] dari api untuk mengarak awan menurut kehendak Allah.” [2]

Pada kitab Makarrim al-Akhlaq karya al-Kharaithi, terdapat atsar dari Ali radhiyallahu ‘anhu:

Beliau ditanya tentang petir, maka beliau menjawab, “Malaikat.” Beliau ditanya lagi tentang kilat, beliau menjawab, “Cambuk-cambuk di tangan para malaikat.” Pada riwayat lain beliau berkata, “Cambuk-cambuk dari besi di tangan malaikat.”

Telah diriwayatkan pula atsar-atsar yang semakna dengan ini.

Begitu pula telah diriwayatkan keterangan lain dari beberapa salaf yang tidak menyelisihi keterangan di atas, seperti ucapan sebagian mereka, “Sesungguhnya petir itu adalah (suara) benturan substansi-substansi (zat-zat) awan akibat adanya tekanan udara dalam awan.” Keterangan ini tidaklah kontradiksi dengan keterangan di atas karena ar-ra’d (petir/guruh) adalah mashdar dari ra’ada (artinya telah berguruh), yar’udu (artinya sedang/akan berguruh), ra’dan (artinya guruh/petir).

Demikian pula ar-ra’id (artinya yang berguruh) dinamakan ra’dan (petir/guruh), seperth halnya al’adil (artinya yang adil) dinamakan ‘adlan (artinya adil).

Gerakan yang ada mengharuskan keluarnya suara, sementara para malaikatlah yang menggerakkan (mengarak) awan. Mereka memindahkannya dari satu tempat ke tempat lainnya. Seluruh gerakan yang terjadi di alam atas dan alam bawah, yang mengaturnya adalah para malaikat. Suara manusia pun bersumber dari benturan anggota-anggota tubuh lainnya, yaitu kedua bibirnya, lidahnya, gigi-giginya, anak lidah (anak tekak), dan tenggorokan. Bersama dengan itu, manusia disifati bahwa dia bertasbih kepada Rabbnya, memerintahkan kepada yang kebaikan dan melarang dari kemungkaran. Jika begitu, petir adalah suara menghardik awan. [3]

Begitu pula halnya dengan kilat. Telah dikatakan, “(Kilat itu) kilauan air atau kilauan api.” Hal ini pun tidak menafikan (menampik) bahwa kilat itu adalah cambuk yang ada di tangan malaikat, karena api yang berkilau di tangan malaikat seperti cambuk, seperti penggiring hujan. Malaikat menggiring (mengarak) awan seperti halnya penunggang menggiring binatang tunggangannya.”
Wallahu a'lam

 

_________
FooteNote
[1] Lihat penjelasan makna makhariq (alat semacam cambuk) dalam an-Nihayah fi Gharib al-Atsar karya Ibnul Atsir.
[2] Setelah itu beliau ditanya lagi tentang suara petir yang terdengar itu. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab:

“Hardikannya terhadap awan jika ia menghardiknya (untuk mengaraknya) hingga berhenti di tempat yang diperintahkannya.”

Ini adalah hadits Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma dengan riwayat at-Tirmidzi (pada Kitab Tafsir al-Qur’an, Bab Wa min Surah ar-Ra’d no. 3117) tentang kedatangan sekelompok Yahudi menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan bertanya tentang petir. Hadits ini diriwayatkan pula oleh Ahmad, ath-Thabarani, adh-Dhiya’ al-Maqdisi, dan lainnya dengan lafadz:

Sekelompok orang Yahudi menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, “Wahai Abul Qasim, kami akan bertanya kepadamu tentang beberapa hal. Jika engkau menjawabnya, kami akan mengikutimu, membenarkanmu dan beriman kepadamu … Kabarkan kepada kami tentang petir, apakah itu?”
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Petir adalah salah satu malaikat Allah malaikat Allah yang ditugasi mengurus awan, (di kedua tangannya -atau di tangannya- ada cambuk dari api untuk menghardik awan), dan suara yang terdengar darinya adalah hardikannya terhadap awan jika ia menghardiknya hingga berhenti di tempat yang diperintahkannya.”

Yang dalam kurung adalah tambahan lafadz dari adh-Dhiya’ pada salah satu riwayatnya. Dinyatakan berderajat shahih oleh al-Albani. Lihat ash-Shahihah (no. 1872).

[3] Ini sesuai dengan sabda Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam pada kelanjutan hadits Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma di atas.

Sumber: Majalah Asy Syariah, no. 67/1432 H/2010, hal. 76-77.



Read more: http://abuayaz.blogspot.com/2011/02/fungsi-petir-dalam-tinjauan-syariat.html#ixzz1m2MMwZy1

No comments:

Post a Comment